Anak Zina Menjadi Imam Shalat?
ANAK ZINA MENJADI IMAM SHALAT?
Pertanyaan.
Assalamu`alaikum. Saya pernah mendengar bahwa anak di luar nikah tidak boleh menjadi imam dalam shalat selagi ada orang lain yg bukan anak di luar nikah yg mampu menjadi imam. Apa benar demikian? Jika benar atau tidak benar apa dasar syar’inya. Atas penjelasannya saya ucapkan terima kasih. Wassalamu`alaikum. dari pembaca As-Sunnah di Binjai – Sumatra Utara.
Jawaban.
Sesungguhnya syari’at Islam telah menjelaskan dengan lengkap tentang siapa yang lebih berhak menjadi imam di dalam shalat jama’ah, sebagaimana dijelaskan di dalam hadits di bawah ini:
عَنْ أَبِي مَسْعُودٍ الأََنْصَارِيِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَؤُمُّ الْقَوْمَ أَقْرَؤُهُمْ لِكِتَابِ اللَّهِ فَإِنْ كَانُوا فِي الْقِرَاءَةِ سَوَاءً فَأَعْلَمُهُمْ بِالسُّنَّةِ فَإِنْ كَانُوا فِي السُّنَّةِ سَوَاءً فَأَقْدَمُهُمْ هِجْرَةً فَإِنْ كَانُوا فِي الْهِجْرَةِ سَوَاءً فَأَقْدَمُهُمْ سِلْمًا ((سِنًّا)) وَلاَ يَؤُمَّنَّ الرَّجُلُ الرَّجُلَ فِي سُلْطَانِهِ وَلاَ يَقْعُدْ فِي بَيْتِهِ عَلَى تَكْرِمَتِهِ إِلاَّ بِإِذْنِهِ
Dari Abu Mas’ûd al-Anshâri, dia berkata: Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Yang (paling berhak) menjadi imam pada satu kaum adalah yang paling banyak bacaannya (hafalannya) terhadap al-Qur’ân. Jika mereka sama di dalam bacaan (hafalan), maka yang paling berilmu terhadap Sunnah (Hadits). Jika mereka sama di dalam Sunnah, maka yang paling dahulu berhijrah. Jika mereka sama di dalam hijrah, maka yang paling dahulu masuk Islam (di dalam riwayat lain: yang paling tua umurnya). Seorang laki-laki janganlah menjadi imam di dalam wilayah kekuasaan laki-laki lain, dan janganlah dia duduk di atas permadani/tempat duduk khususnya di dalam rumahnya, kecuali dengan idzinnya”. [HR. Muslim, no: 673; Abû Dâwud, no: 584; Ibnu Mâjah, no: 980; an-Nasâi, no: 780]
Inilah urutan orang yang berhak menjadi imam shalat.
- Orang yang paling banyak hafalan al-Qur’ân;
- Orang yang paling berilmu terhadap Sunnah (Hadits; agama);
- Orang yang paling dahulu berhijrah;
- Orang yang paling dahulu masuk Islam, atau yang paling tua umurnya.
Namun didahulukan orang yang paling banyak bacaannya (hafalannya) terhadap al-Qur’ân dengan syarat dia memahami perkara-perkara yang harus diketahui dalam urusan shalat. Jika dia tidak memahami hal itu, maka dia tidak dimajukan sebagai imam dengan kesepakatan ulama’.[1]
Demikian juga urutan di atas berlaku jika tidak ada imam tetap. Jika ada, maka imam tetap itu yang lebih berhak menjadi imam, berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas ‘Seorang laki-laki janganlah menjadi imam pada laki-laki lain di dalam kekuasaannya’
Adapun anggapan, anak yang lahir di luar nikah tidak berhak menjadi imam shalat selama ada anak selainnya yang mampu menjadi imam, maka –sepengetahuan kami- anggapan ini tidak ada dalilnya. Setelah menjelaskan tentang kriteria yang berhak menjadi imam shalat sebagaimana keterangan hadits di atas, syaikh ‘Adil bin Yusuf Al-‘Azzâz: berkata “Adapun yang terdapat di dalam sebagian kitab-kitab fiqih, yang berupa kriteria-kriteria yang lain, seperti perkataan mereka: (orang yang paling berhak menjadi imam adalah) orang yang paling mulia, atau orang yang paling tampan, atau orang yang paling taqwa, atau semacam itu, maka hal itu tidak ada dalilnya”.[2]
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 01/Tahun XIII/1430H/2009M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
_______
Footnote
[1] Lihat Fathul Bâri 2/171
[2] Lihat Tamâmul Minnah, 1/292, karya beliau, penerbit. Muassasah Qurthûbah.
Artikel asli: https://almanhaj.or.id/2950-anak-zina-menjadi-imam-shalat-membawa-anak-kecil-ke-masjid-waktu-shalat-tepuk-anak-shalih.html